Kosakata Bahasa Bali memiliki beragam jenis dari bahasa alus (kruna alus), bahasa sehari-hari (kruna andap), dan bahasa kasar (kruna kasar). Kruna kasar sering digunakan sebagai umpatan yang ditujukan kepada orang lain. Umpatan biasa digunakan ketika seseorang merasa kesal dengan orang lain. Berikut ini macam-macam umpatan dalam Bahasa Bali.
Dalam fonologi bahasa Sanskerta ( siksha ), wisarga (juga disebut visarjanīya oleh ahli tata bahasa) adalah nama dari bunyi [h], ditulis dalam IAST, Harvard-Kyoto, dalam Dewanagari. Wisarga adalah alofon dari /r/ dan /s/ pada akhir sebuah ucapan. Dalam aksara Bali, tanda wisarga ‹ः› disebut bisah, dan dalam aksara Jawa
Kata geguritan dalam Kamus Bali-Indonesia, Depdikdas Prop. Bali, 1991, berasal dari kata “gurit berarti gubah, karang, sadur”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diterangkan bahwa geguritan berasal dari kata gurit yang berarti sajak atau syair.
Di Bali sendiri Bahasa Bali mempunyai tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya, dan Bali Kasar. Bahasa Bali Alus digunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi.
Rentangan tali yang ditarik tadi lalu terpental dan mencipratkan tinta ke lempiran lontar sehingga terbentuk garis-garis. Lontar yang sudah memiliki garis ditulis menggunakan pisau tulis yang disebut pengropak atau pengutik dalam bahasa Bali. Di Jawa Barat, dalam bahasa Sunda disebut dengan istilah péso pangot. Sang penulis sebenarnya mengukir
ASTALOG.COM - Dilansir dari wikipedia, Suku Bali (bahasa Bali: Anak Bali, Wong Bali, atau Krama Bali) adalah suku bangsa mayoritas di pulau Bali, yang menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali. Sebagian besar suku Bali beragama Hindu, kurang lebih 90%, sedangkan sisanya beragama Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010, ada kurang
.